Rabu, 12 Agustus 2009

FARMING 4 FUTURE

PENGEMBANGAN agrobisnis nasional, tak terlepas dari peningkatan kemampuan sumber daya manusia pertanian. Ini di antaranya diperoleh melalui pengembangan ilmu dan kemampuan usaha berbagai komoditas bernilai jual dan daya saing tinggi di pasaran.

MENTERI Pertanian, Anton Apriyantono, mengamati tampilan produk sayuran dan buah-buahan spesifik yang dikembangkan alumni magang Jepang, saat Temu Karya Nasional Ikamaja ke-2/2006, di Desa Cibodas, Kec. Lembang, Kab. Bandung, Kamis (9/11) lalu. *KODAR SOLIHAT/"PR"


Adalah para lulusan magang pertanian di Jepang atau disingkat Ikamaja (Ikatan Keluarga Alumni Magang Jepang), yang menjadi salah satu pionirnya. Mereka memperkenalkan produk-produk spesifik asal Jepang, untuk dikembangkan dan dibisniskan secara lokal sampai dikenal menjadi produk agro "asli" daerah.

Magang usaha pertanian ke Jepang merupakan program dari Departemen Pertanian mulai tahun 1984, bekerja sama dengan asosiasi pertanian Jepang. Siswa peserta umumnya para pelajar/lulusan Sekolah Pembangunan Pertanian-Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPP-SPMA)/ sederajat berusia 22-27 tahun dengan pengalaman usaha bertani minimal 2,5 tahun.

Mereka dididik di Jepang selama 8-12 bulan yang sampai tahun 2006 ini sudah menghasilkan 856 orang lulusan tergabung dalam Ikamaja. Selama di Jepang, para peserta magang diperkenalkan cara bertani dengan teknik modern, pengembangan wawasan bisnis, pengenalan komoditas berprospek bisnis, manajemen usaha tani modern, informasi pasar, dll.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pertanian Departemen Pertanian, Ato Suprapto, menyebutkan, para alumni magang pertanian di Jepang, diharapkan menjadi agen pembangunan di daerahnya dengan membuka lapangan kerja di lingkungannya. Ilmu pengembangan bisnis dan usaha tani dari Jepang, diterapkan untuk memperoleh wawasan dan peluang bisnis baru dengan memanfaatkan potensi sekitar.

Melalui magang bertani di Jepang, peserta diubah pula pandangannya sehingga agrobisnis menjadi bergengsi. Ini diharapkan menjadi bekal bagi para pemuda tani untuk bersaing secara tangguh di kancah bisnis pertanian lokal dan internasional.

Menurut Ato, magang pertanian ke Jepang tetap menjadi program tahunan Departemen Pertanian, di mana tahun 2006-2007 saja, dikirimkan lagi 56 orang pemuda tani. Ini diharapkan pula menjadi salah satu daya tarik dan inovasi bagi berbagai sekolah pertanian untuk lebih menarik minat calon siswa.

Menurut Ketua Ikamaja Nasional, Ishak, para lulusan magang pertanian di Jepang sebagian besar muncul menjadi para pelaku agrobisnis berhasil, sebagian menjadi tenaga penyuluh andal di daerah, dan sangat sedikit yang gagal. Tentu saja, ini diperoleh melalui keseriusan oleh masing-masing individu yang magang usaha bertani di Jepang tersebut.

Pengamat dari sebuah organisasi pertanian Jepang, Takumi Yamazaki, menilai, secara kemampuan teknis para pemuda tani Indonesia sudah menyamai dengan Jepang. Namun mereka mesti dipacu dalam pemanfaatan waktu, di mana para pemuda tani asal Indonesia masih di bawah peserta magang asal negara lain.

**

IKUT program magang bertani umumnya bukan ajang memperoleh pekerjaan, namun kesempatan memperdalam dan mengembangkan ilmu bidang yang ditekuni untuk berusaha. Prinsip ini disadari dan diterapkan oleh Ishak, sehingga berhasil menjadi seorang usahawan pertanian di daerah asalnya, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kab. Bandung.

Di atas lahan seluas lima hektare milik keluarga, Ishak bersama saudaranya, Bon Bon Purbansyah, kemudian merintis dan berbisnis berbagai produk pertanian asal Jepang. Sebut saja, tomat momotaro atau tomat daging, satoimo atau talas jepang, edamame atau kacang kedelai, bawang daun jepang, kacang bulu jepang, terong nasubi atau terong jepang, cabe jepang, dll., menjadi andalan bisnis mereka.

Menurut Ishak, apa yang diperoleh, tak terlepas dari ketekunan, pantang menyerah, dan jeli menerapkan ilmu magang usaha bertani dari Jepang. Sebelumnya, kemampuan dan pengetahuan bisnis pertaniannya pun masih pas-pasan dan sama seperti umumnya para petani lain.

Menurut Ishak, bisnisnya dimulai dengan memanfaatkan sisa uang saku yang diperoleh selama magang di Jepang selama delapan bulan pada tahun 1987. Sepulangnya, ia masih memiliki uang 240.000 yen atau jika dirupiahkan sebesar Rp 1,2 juta, kemudian dijadikan modal usaha bertani.

Berbagai benih buah-buahan dan sayuran asal Jepang yang dibawa, kemudian ditanam dan tumbuh baik di Desa Cibodas, yang kebetulan memiliki iklim dan syarat tumbuh sesuai. Kontan saja, produk-produk yang dibudidayakan lalu dikembangkan menjadi bisnis itu menarik perhatian pasar, apalagi bentuk, rupa, dan rasanya unik.

Disebutkan, pada awalnya produk buah-buahan dan sayuran yang diusahakan, sebatas untuk memasok konsumsi masyarakat Jepang di Indonesia yang sekira 8.000 orang. Belakangan, usaha dikembangkan dengan memasok berbagai pasar modern sebagai pasaran utama.

Walau asalnya impor Jepang, karena sudah lama dibudidayakan lokal, produk-produk yang diusahakannya kini sudah menjadi produk "asli" Kecamatan Lembang. Omzet usaha pun berkembang menjadi bernilai ratusan juta rupiah per tahun, dan mampu mempekerjakan 60 orang karyawan.


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Bands. Powered by Blogger